Wadas Vs Kepolisian: Kawal atau Penyerbuan?
Oleh : Brigitta Emtimanta & Thariq Muhammad
Editor : Ghithrafani Hanifah
Psikojur - Pada Rabu (8/2/2022) terjadi penyerbuan ratusan aparat kepolisian bersenjata lengkap di Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Tujuan dari diturunkannya aparat adalah mengawal pengukuran lahan proyek Bendungan Bener yang merupakan bagian dari proses pengerjaan Proyek Strategis Nasional (PSN).
Wadas memiliki potensi bahan tambang berupa batu andesit yang dinilai sebagai salah satu bahan utama untuk pembangunan Bendungan Bener. Akan tetapi, rencana ini berdampak pada kenyamanan warga sekitar serta merusak ekosistem yang menjadi mata pencaharian warga.
Faktanya, tak hanya mengawal, aparat kedapatan menangkap sejumlah warga Wadas serta mencopot banner-banner yang berisi penolakan pertambangan di Wadas. Tindakan aparat kepolisian yang semena-mena ini menuai banyak kecaman salah satunya dari Direktur Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta, Yogi Zul Fadhli.
"Kami menuntut kepada Kapolda Jawa Tengah untuk menghentikan pengukuran tanah dan rencana pertambangan di Desa Wadas serta menarik aparat kepolisian dan menghentikan kriminalisasi dan intimidasi aparat terhadap warga Wadas," ungkap Yogi.
Pasalnya, hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa video yang menunjukkan tindakan represif aparat, seperti saat berkerumun di depan masjid dengan peralatan lengkap, seakan-akan mengepung warga yang ada di masjid tersebut. Di beberapa video lain, terlihat aparat menarik-narik paksa warga setempat.
Selain itu, dilansir dari beberapa sumber, terdapat kabar kalau aparat juga menahan puluhan warga Wadas, yang disebut-sebut sebagai "provokator".
Kejadian seperti ini sungguh disayangkan. Tindakan represif aparat sebenarnya tidak perlu dilakukan, mengingat penolakan yang selama ini dilakukan warga memiliki dasar yang jelas. Sebagaimana adanya, pasal 66 UU No.32 Tahun 2009 yang berbunyi: "Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata."
Lantas bagaimana reaksi Gubernur Jawa Tengah terhadap masalah ini?
Pada konferensi pers bersama Kapolda, Kasdam di Mapolres Purworejo, Ganjar Pranowo mengungkapkan bahwa pengukuran yang dilakukan pada tanggal 8 Februari kemarin hanyalah di tanah milik warga yang setuju, bagi yang tidak, maka tidak dilakukan pengukuran dan dicoba dicari solusinya. Akan tetapi pada kenyataanya, pencarian solusi pengukuran yang terjadi malah mengakibatkan bentrok dengan warga,
“Kepada masyarakat Jawa Tengah, khususnya Purworejo, wabil khusus masyarakat desa Wadas, saya meminta maaf atas ketidaknyamanan pada saat proses pengukuran. Saya meminta maaf dan saya bertanggung jawab," lanjutnya. Hal ini dibuktikan dengan kunjungan Gubernur Jawa Tengah tersebut ke desa Wadas.
Kejadian ini menunjukkan bahwa sampai saat ini, masih terdapat kesalahpahaman aparat kepolisian dengan apa yang diminta oleh Pemerintah. Serta fungsi polisi yang seharusnya melindungi masyarakat, malah menimbulkan kesan menakut-nakuti warga dan menjadi simbol keresahan.
Oleh karena itu, diharapkan Pemerintah dapat mengambil jalan tengah untuk permasalahan ini. Alangkah baiknya jika hal ini dapat diselesaikan secara damai dan cepat agar tidak menimbulkan konflik berkepanjangan.
Diperlukan pula kerjasama masyarakat setempat dengan pemerintah agar pengerjaan Proyek Strategis Nasional (PSN) ini menemukan titik terang. Selain itu, harapannya puluhan orang yang ditahan oleh aparat dapat segera dibebaskan.
Psikologi Jurnalistik
Salam tinta, salam cinta, Psikojur jaya!
#KritisInPsikojur