RUU Penyiaran Tuai Kecaman, Jurnalisme Dibunuh Perlahan?
Oleh: Nabila Wardhani & Efrysha Wahyu
Editor: Amira Tsabitah
Psikojur — Beberapa waktu lalu publik dihebohkan dengan draf revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Rancangan tersebut dimaksudkan untuk mengganti UU №32 Tahun 2003 Penyiaran yang sudah berlaku selama ini. Semenjak berita mengenai draf RUU Penyiaran tersebar, kontroversi mulai menyelimuti dari masyarakat, terutama kelompok pers yang merasa dirugikan bila RUU ini disahkan. Banyak dari pihak pers yang telah angkat bicara terkait RUU Penyiaran, menyatakan keberatan terhadap calon undang-undang yang dinilai membatasi kebebasan aktivitas pemberitaan.
Menurut Panitia Kerja (Panja) RUU Penyiaran Komisi I DPR Nurul Arifin yang dikutip dari laman berita tirto.id, menjelaskan bahwa perubahan dalam rancangan undang-undang penyiaran merupakan langkah untuk mengikuti kemajuan teknologi. Hal tersebut menuai banyak kontra terutama dari pihak pers karena RUU yang dirapatkan pada bulan Maret 2024 lalu dinilai akan membungkam kebebasan pers. Revisi dari RUU Penyiaran juga dianggap akan menodai UU №40 Tahun 1999 mengenai perlindungan kerja-kerja jurnalistik serta menjamin pemenuhan hak publik atas informasi.
Pihak Pers serta masyarakat menyoroti beberapa pasal yang diperkirakan akan melanggar dan menyulitkan bagi mereka, di antaranya adalah Pasal 50 B ayat 2, Pasal 8A huruf (q), dan Pasal 42. Pasal-pasal dalam RUU Penyiaran dianggap akan mematikan jurnalisme melalui ayat-ayat yang terkandung di dalamnya. Seperti pada Pasal 50 B ayat 2 yang menyatakan pelarangan pada penayangan eksklusif jurnalisme investigasi. Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada, Wisnu Prasetya Utomo, dalam wawancaranya dengan BBC News mengkritisi pasal tersebut sebagai bentuk ancaman bagi kebebasan pers dan dapat mengganggu aktivitas jurnalistik investigasi.
Pasal 8A huruf (q) dan Pasal 42 memiliki inti yang sama bahwa Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) diberi kewenangan untuk menyelesaikan masalah sengketa pers. Tampaknya ini kontradiktif dengan UU Pers №40 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa wewenang tersebut adalah ranah Dewan Pers. Ketua Komisi Hukum Dewan Pers Arif Zulkifli, melalui wawancaranya dengan BBC News secara tegas menyatakan spekulasinya mengenai upaya pelibatan KPI dalam masalah pers. Ia menyebut spekulasi tersebut didasari pada fakta bahwa pemilihan anggota KPI dilakukan oleh DPR, sedangkan Dewan Pers tidak.
Semenjak draf RUU Penyiaran beredar dan mendapat banyak kecaman, aksi-aksi demonstrasi mulai bermunculan sebagai bentuk penolakan tegas terhadap ancaman kebebasan. Aksi-aksi tersebut diinisiasi pihak pers dan telah berlangsung di kota-kota seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Makassar, dan masih banyak kota lainnya. Hal ini membuktikan bahwa dampak yang dihasilkan RUU Penyiaran bersifat luas dan menjadi alarm atas kebebasan jurnalisme yang sekarat.
Perubahan RUU Penyiaran yang dilakukan oleh DPR memerlukan tinjauan ulang, apakah hal tersebut memiliki urgensi untuk diubah. Melihat respons yang ditunjukkan oleh pihak pers serta masyarakat yang kontra akan perubahan rancangan undang-undang penyiaran tersebut. Pihak pers menilai bahwa RUU Penyiaran yang sedang dikerjakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat akan membunuh kebebasan mereka sebagai jurnalis dalam meliput serta menyiarkan berita. Selain itu kewenangan dari KPI yang sebelumnya menjadi tugas Dewan Pers dalam menyelesaikan sengketa pers menjadi salah satu hal yang banyak dipertanyakan oleh para ahli. Bentuk protes pihak pers serta masyarakat telah ditunjukkan, hal ini mengindikasikan ketidaksetujuan mereka akan perubahan rancangan undang-undang penyiaran.
REFERENSI
(2024, Mei 10). Pers: Mengapa draf revisi UU Penyiaran dinilai bakal memberangus kebebasan pers? — “Aneh, ada larangan tayangan eksklusif jurnalistik investigasi.” BBC News. https://www.bbc.com/indonesia/articles/cg3lvw8yy84ohttps://www.bbc.com/indonesia/articles/cg3lvw8yy84o
(2024, Mei 16). Revisi Undang-Undang Penyiaran: Melanggengkan Kegemaran Negara dalam Membatasi Kebebasan. Aliansi Jurnalis Independen https://aji.or.id/informasi/revisi-undang-undang-penyiaran-melanggengkan-kegemaran-negara-dalam-membatasi-kebebasanhttps://aji.or.id/informasi/revisi-undang-undang-penyiaran-melanggengkan-kegemaran-negara-dalam-membatasi-kebebasan
(2024, Mei 14). Isi Draft RUU Penyiaran 2024, Pasal Apa Saja yang Kontroversi?. tirto.id. https://tirto.id/isi-draft-ruu-penyiaran-2024-pasal-apa-saja-yang-kontroversi-gYDmhttps://tirto.id/isi-draft-ruu-penyiaran-2024-pasal-apa-saja-yang-kontroversi-gYDm
Psikologi Jurnalistik 2024
Salam tinta, salam cinta, Psikojur Jaya!
#KritisInPsikojur