Lagi-lagi PPKM, Mengapa Tak Sekalian Lockdown?

Oleh : Ghithrafani Hanifah & Bunga Prameswari
Editor : Nabila Putri

Psikojur – Pemerintah kembali mengumumkan perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 sampai 16 Agustus 2021 pada Senin (9/8/2021).

Seolah deja vu dengan pengumuman PPKM Level 4 yang juga diperpanjang pada seminggu sebelumnya, penerapan PPKM yang terus berlanjut dan tak kunjung terlihat ujungnya membuat publik bertanya-tanya, sudahkah kebijakan ini menunjukkan dampak yang signifikan dalam menekan kasus COVID-19

Selama keberjalanan PPKM Level 4, laju COVID-19 mengalami tren penurunan meskipun hasilnya belum memuaskan. Melalui siaran pers Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada Senin (9/8/2021) lalu, selama periode 3 s.d. 9 Agustus 2021, dilaporkan bahwa rata-rata Kasus Konfirmasi Harian turun dari 37.037 menjadi 31.991. Bed Occupancy Rate (BOR) atau keterisisaan tempat tidur RS Rujukan COVID-19 pun menunjukan penurunan dari 63,42% menjadi 54,77%.

Kendati demikian, PPKM Level 4 turut menghantam perekonomian. Banyak wirausaha yang terdampak. Omzet yang menurun drastis hingga beberapa pedagang terpaksa menggulung tikar.

Selain itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bima Yudhistira dikutip dari merdeka.com mengatakan bahwa PPKM yang dijalankan terlalu lama akan berdampak pada konsumsi rumah tangga bahkan perekonomian nasional.

“Kalau terlalu lama maka efeknya ke gangguan perpanjangan pada konsumsi rumah tangga. Trust konsumen untuk mengeluarkan uang atau spending sangat rendah,” pungkas Bima Yudhistira.

Ia mengungkapkan ada dua syarat agar daya beli masyarakat kembali normal, yaitu mobilitas kembali normal dan pendapatan masyarakat pulih. Kedua hal ini tentunya terhambat karena kebijakan PPKM.

Kritik dan saran mengalir deras terkait kebijakan PPKM. Kritik pertama datang dari seorang komika, Kemal Palevi, yang mengaku tidak kaget lagi dengan kebijakan tersebut. Bahkan, ia juga melemparkan sindiran kepada pemerintah.

“Tapi mohon maaf, ini gak capek pengumuman mulu kayak mau UN? Kenapa gak sekalian aja PPKM diperpanjang hingga Pilpres 2024?,” ujar Kemal Palevi pada akun instagramnya.

Kritik lain disampaikan oleh Natalius Pigai, seorang aktivis kemanusiaan Papua yang menilai bahwa perpanjangan PPKM 10-16 Agustus 2021 mendatang dianggap tidak membuat COVID-19 berhenti menyerang. Ia memberi opsi lain, yaitu lockdown selama 14 hari.

Tak sedikitnya orang yang berkomentar dan banyaknya dampak buruk yang terjadi, seharusnya cukup menyadarkan pemerintah untuk lebih memperhatikan kebijakan PPKM yang tidak ada kepastian terkait ujungnya.

Pernyataan Natalius Pigai terkait lockdown dapat dijadikan pertimbangan untuk mengganti kebijakan PPKM tersebut. Dengan syarat, pemerintah dan masyarakat turut berpartisipasi aktif dalam menyukseskannya.
Lockdown berbeda dengan PPKM. UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan mendefinisikan lockdown sebagai karantina wilayah. Karantina wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah pintu masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.

Harapannya, jika pemerintah menganggap semua daerah sebagai zona merah serta benar-benar membatasi pintu keluar masuk antarnegara dan antardaerah selama 14 hari tanpa perpanjangan, kemungkinan penurunan angka kasus COVID-19 akan lebih signifikan.

Memang lockdown dinilai akan menyerang sektor ekonomi seperti PPKM, namun dianggap lebih menjanjikan dibandingkan dengan PPKM yang tak jelas dimana ujungnya.

Psikologi Jurnalistik
Salam tinta, salam cinta, Psikojur jaya!
#KritisInPsikojur

--

--

Lembaga Pers Mahasiswa Psikologi Jurnalistik
Lembaga Pers Mahasiswa Psikologi Jurnalistik

Written by Lembaga Pers Mahasiswa Psikologi Jurnalistik

Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro - Salam tinta, salam cinta, Psikojur jaya!

No responses yet