Meraba Payung Hukum Pers Mahasiswa

Oleh: Ghithrafani Hanifah
Editor : Safira Ramadani

Psikojur – Pers Mahasiswa (Persma) memiliki peran penting dalam perkembangan jurnalistik, mulai dari menciptakan mahasiswa yang mampu berpikir kritis, sampai dengan melahirkan banyak jurnalis muda Indonesia. Menjadi jurnalis muda membutuhkan keberanian yang besar, karena berbagai resiko mengancam acap kali terjadi. Sayangnya, sampai saat ini hukum Indonesia tak berpihak pada Persma.

Persma merupakan lembaga pers yang dikelola oleh mahasiswa di tingkat jurusan, fakultas, maupun universitas yang melakukan upaya jurnalistik seperti meliput isu dalam maupun luar kampus yang selanjutnya diolah menjadi produk jurnalistik. Pada dasarnya, Persma memiliki kesamaan dengan pers umum yang juga berfungsi sebagai kontrol sosial. Fakta yang mengatakan bahwa Persma hanya berkedudukan sebagai Unit Kegiatan Mahasiswa adalah pembeda signifikan dengan pers umum yang memiliki perlindungan hukum.

Sedangkan Persma, tidak demikian.
Persma terkenal dengan idealismenya, dimana seharusnya mereka tidak terikat dengan tujuan ekonomis, mampu menyuarakan kebenaran dengan menjungjung tinggi jurnalisme kerakyatan ,serta mampu mempertahankan independensinya. Namun, dengan idealisme tersebut, seringkali keberadaan Persma terancam karena tidak ada paying hukum yang menaunginya. Lantas, bagaimana dan kepada siapa Persma harus berlindung?

Seperti yang kita ketahui, saat ini lembaga pers Indonesia berlindung dibawah UU Nomor 49 Tahun 1999 tentang Pers. Setelah dikaji, UU Pers tidak mencantumkan regulasi terkait pers mahasiswa, termasuk hal mengenai perlindungan hukum. Padahal, jika kita membaca Pasal 1 ayat (1) UU Pers tentang pengertian pers,sebenarnya pers mahasiswa juga termasuk kedalamnya karena juga melakukan upaya jurnalistik. Namun, upaya kejurnalistikan Persma dianggap tidak dapat diukur standarnya, mengingat bahwa seorang mahasiswa mempunyai kewajiban utama di bidang akademik.

Tak hanya itu, dalam Pasal 18 UU Pers disebutkan bahwa perlindungan hokum hanya diperuntukan bagi perusahaan pers. Pengertian perusahaan pers sendiri dimuat dalam Pasal 1 ayat (2) UU Pers yang menyatakan bahwa perusahaan pers harus berbadan hukum. Dengan ini, Persma secara gamblang tidak diakui dalam UU Pers. Kondisi ini membuat Persma rentan akan pembungkaman dan sangat mudah diintimidasi dan hanya dapat berlidung pada pasal 19 Deklarasi Universal HAM tentang kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Beberapa hal terjadi akibat tidak adanya perlindungan hukum resmi untuk Persma dapat dilihat dari kejadian ditahannya awak Persma dari BO GEMA Politeknik Negri Jakarta, LPK GEMA Unesa, dan Perslima UPI saat melakukan peliputan demonstrasi RUU Cipta Kerja. Banyak pula pembungkaman dengan tindakan kekerasan, pembredelan, ancaman teror, dan pembubaran sepihak yang menimpa Persma. Lalu, bagaimana Persma bisa bertahan dalam kondisi ini?

Persma dianjurkan untuk menggabungkan diri kepada asosiasi pers mahasiswa, dengan harapan lembaga pers mahasiswa dapat bantuan advokasi ketika terjadi sebuah sengketa. Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia merupakan contoh dari asosiasi pers mahasiswa tingkat nasional yang dapat dicoba. Usaha lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi peluang terjadinya pembredelan yaitu dengan mencari informasi, sumber dan bukti yang kuat untuk sebuah pemberitaan, sehingga setiap produk jurnalistik yang dibuat dapat dipertanggungjawabkan apabila terdapat pihak – pihak yang mempertanyakan.

Solidaritas antar anggota Persma juga dilinai turut andil dalam hal ini. Dengan begitu, Persma diharapkan dapat bertahan ditengah derasnya resiko yang ada.

Psikologi Jurnalistik,
Salam tinta, salam cinta, Psikojur jaya!
#KritisInPsikojur

--

--

Lembaga Pers Mahasiswa Psikologi Jurnalistik
Lembaga Pers Mahasiswa Psikologi Jurnalistik

Written by Lembaga Pers Mahasiswa Psikologi Jurnalistik

Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro - Salam tinta, salam cinta, Psikojur jaya!

No responses yet