Menyambut Tahun Baru, dengan Status PPKM Baru? Efektifkah?

Oleh: Anastha Sheva
Editor: Ghithrafani Hanifah

Psikojur — Dalam rangka menyambut masa perayaan natal dan tahun baru 2022, pemerintah pun menerapkan kebijakan baru, yaitu Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat di Masa Nataru (Natal dan tahun baru) yang berlaku sejak 24 Desember 2021 hingga 2 Januari 2022 sebagai pengganti kebijakan PPKM level 3 yang sebelumnya telah diterapkan di seluruh wilayah Indonesia.

Adapun alasan pergantian nama ini menurut Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya karena PPKM level 3 dianggap terlalu ketat untuk diterapkan, sedangkan kurva pandemi Covid-19 di Indonesia telah menampilkan grafik yang cenderung landai dalam beberapa kurun waktu terakhir.

Hal ini didukung dengan data survei Kementerian Kesehatan yang menyebutkan bahwa masyarakat telah memiliki antibodi yang tinggi sebagai dampak positif dari genjotan vaksinasi. Dengan perubahan kebijakan tersebut, alih-alih menerapkan PPKM level 3 secara merata, tiap pemerintah daerah justru diberi kewenangan dalam mengatur kebijakan sesuai situasi dan kondisi masing-masih daerah.

Sebut saja pemerintah Kota Semarang yang bekerja sama dengan Humas Polrestabes Semarang mengumumkan penutupan akses menuju Lapangan Pancasila Simpang Lima dan Kota Lama. Pada laman instagramnya, dijelaskan bahwa penutupan ini merupakan upaya Pemkot Semarang untuk menghindari kerumunan perayaan tahun baru.

Tak hanya itu, pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga menerbitkan Keputusan Gubernur Nomor 1473 tentang PPKM Level 1 yang diberlakukan sejak 14 Desember 2021 hingga 3 Januari 2022 tentang larangan perayaan tahun baru di area publik dan tempat wisata yang berpotensi menimbulkan kerumunan serta adanya penerapan ganjil genap untuk area kunjungan wisata.

Disusul Provinsi Bali yang mengeluarkan Surat Edaran No. 20 Tahun 2021 tentang pencegahan dan penanggulangan Covid-19 saat Natal dan Tahun Baru 2022 meliputi larangan perayaan dengan pawai maupun arak-arakan saat malam pergantian tahun. Beberapa daerah lain seperti Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Makassar, dan Tangerang juga turut menerapkan kebijakan serupa.

Kendati demikian, perubahan status kebijakan yang notabenenya menjadi lebih longgar melahirkan pertanyaan, seberapa efektif status baru dalam menjaga kestabilan laju pandemi Covid-19? Mengingat varian baru virus Covid-19, Omicron, telah terdeteksi juga di Indonesia.

Sejauh ini, kebijakan tersebut dapat dinilai efektif. Dilansir dari Kementerian Kesehatan, grafik kasus aktif Covid-19 hingga 31 Desember 2021 lalu, terpantau mengalami penurunan.

Tito juga menyampaikan bahwa penerapan PPKM di masa Nataru tidak begitu saja mencopot protokol kesehatan dan beragam aturan selama PPKM, seperti pemakaian masker dan syarat sudah vaksin dua dosis yang dibuktikan lewat aplikasi PeduliLindungi. Pihaknya juga telah bekerja sama dengan bagian-bagian terkait untuk bersama-sama menavigasi penerapan status PPKM yang baru.

Demi menjaga kestabilan situasi pandemi Covid-19 di Indonesia serta keefektifan kebijakan tersebut, tentu diperlukan kerja sama dari masyarakat berupa kesadaran untuk tetap mematuhi protokol kesehatan dan mengikuti aturan yang telah ditetapkan.

Dengan adanya kerja sama antara pemerintah dengan rakyat, tiap kebijakan tentunya diharapkan menjadi lebih efektif dan optimal. Lebih lanjut, status PPKM baru ini pun memerlukan peninjauan dan evaluasi untuk dapat dinilai keefektifannya secara objektif.

Psikologi Jurnalistik 2022
Salam tinta, salam cinta, Psikojur jaya!
#KritisInPsikojur

--

--

Lembaga Pers Mahasiswa Psikologi Jurnalistik
Lembaga Pers Mahasiswa Psikologi Jurnalistik

Written by Lembaga Pers Mahasiswa Psikologi Jurnalistik

Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro - Salam tinta, salam cinta, Psikojur jaya!

No responses yet