Mengutuk Keras, Aksi Deklarasi AMJ Bukan Representasi Undip!
Oleh: Anastha Sheva
Editor: Ghithrafani Hanifah
Psikojur — Pada Senin (7/3/2022) Aliansi BEM se-Undip 2022 mengeluarkan pernyataan sikap untuk menolak pernyataan deklarasi penundaan pemilu 2024 dan dukungan calon presiden. Keluarnya pernyataan sikap ini menyusul atas kabar dari beberapa mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip) yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Jawa Tengah (AMJ) melakukan deklarasi di halaman Gedung DPRD Jawa Tengah pada Jumat (4/3/2022). Keadaan semakin keruh dengan adanya pemberitaan di kanal berita regional Jawa Tengah yang menyeret nama Undip.
Dalam pernyataan sikap tersebut, aliansi BEM se-Undip secara tegas menegaskan bahwa keterlibatan beberapa mahasiswa Undip dalam deklarasi merupakan atas nama individu atau pihak tertentu dan tidak merepresentasikan seluruh kelembagaan maupun ormawa di Undip.
Aliansi BEM se-Undip menegaskan sikapnya untuk selalu menghormati dan menjunjung tinggi konstitusi negara dan seluruh perundang-undangan yang ada dibawahnya dalam pelaksanaan pemilu. Mereka mengutuk keras pernyataan dan perbuatan yang mencoreng marwah Undip serta menuntut adanya klarifikasi sesegera mungkin dari pihak-pihak terlibat kepada seluruh mahasiswa Undip.
Isu penundaan pemilu sendiri berangkat dari pernyataan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar. Ia menjadikan percepatan perbaikan ekonomi selama pandemi sebagai alasan penundaan pemilu 2024. Selain itu, ia juga mengklaim bahwa sebanyak 60% akun media sosial mendukung pernyataannya.
Lantas, bagaimana dasar hukum pelaksanaan pemilu?
Dalam pasal 22E ayat (1) UUD 1945 menyatakan, “Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.” Pasal ini diperkuat dengan pasal 167 ayat (1) UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang berbunyi “Pemilu dilaksanakan setiap lima (5) tahun sekali.”
Berdasarkan dua pasal di atas, penundaan pemilu sama sekali tidak memiliki dasar hukum dan hanya akan menyalahi konstitusi Indonesia. Jika diteruskan, pemerintahan yang berjalan dalam masa penundaan pemilu bisa dianggap tidak sah.
Sungguh disayangkan, adanya keterlibatan pihak yang mengatasnamakan perguruan tinggi dianggap menodai harkat martabat perguruan tinggi. Sudah sepatutnya, perguruan tinggi menjadi tempat civitas akademika untuk mengembangkan potensinya sesuai bidang ilmu yang diminati dan menjalankan fungsi Tridharma Perguruan Tinggi tanpa adanya pengaruh dari aliran politik manapun.
Pernyataan ini selaras dengan Pasal 8 ayat (1) UU No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang berbunyi: “Dalam penyelenggaraan Pendidikan dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi berlaku kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan.” Lebih lanjut dijelaskan, kebebasan mimbar akademik berarti bebas dari pengaruh politik praktis apapun.
Sebagai agent of change dan masa depan bangsa, sudah seharusnya melaksanakan fungsi sosial kontrolnya di masyarakat. Diminta untuk peka, kritis dan peduli terhadap berbagai problematika yang ada di masyarakat turut menjadi tuntutan bagi tiap mahasiswa, termasuk dalam bersosial politik.
Mahasiswa sebagai warga negara pun berhak untuk berpolitik, berserikat, dan menyampaikan pendapatnya di depan umum. Namun, bukan berarti mahasiswa lantas seenaknya menyeret nama universitas dalam orientasi politik personalnya. Dalam pernyataan presnya, Aliansi BEM se-Undip mengimbau kepada seluruh mahasiswa Undip untuk menolak segala bentuk deklarasi kepentingan politik yang mengatasnamakan Undip.
Psikologi Jurnalistik
Salam tinta, salam cinta, Psikojur jaya!
#KritisInPsikojur