Media Tak Lagi Netral, Persma Siap Jadi Aktor Intelektual
Oleh: Debora Debby
Editor: Nabila Putri
Psikojur - Berdasarkan catatan sejarah, mahasiswa berperan penting dalam menyuarakan aspirasi, membersamai kepentingan rakyat, dan mempertahankan idealisme. Peran dan karakteristik mahasiswa tersebut kemudian menjadi tonggak berdirinya Pers Mahasiswa (Persma).
Setelah kemerdekaan, Persma memiliki perkembangan yang sangat pesat, bahkan konferensi Persma dari berbagai universitas diselenggarakan secara masif. Ditengah era keterbukaan informasi, tak jarang publik di adu domba dan termakan hoax oleh media. Hal ini semakin membuka jalan bagi Persma untuk tetap bereksistensi dan menyuarakan aspirasi yang sarat akan esensi.
Berbeda dari media mainstream, Persma dikelola oleh pihak birokrasi universitas maupun fakultas yang tentunya tidak terjamah oleh intervensi pihak luar dan jauh dari komeralisasi.
Melirik fakta di lapangan, Persma punya banyak peluang untuk menjadi media alternatif bagi publik yang mampu menyediakan kebanaran objektif, tidak mengejar keuntungan, dan membersamai masyarakat.
Persma selalu lekat dengan intelektualitas. Mahasiswa dipandang sebagai aktor yang memiliki privilege berupa ilmu sehingga dituntut untuk memiliki karakter yang kritis dan berani, memiliki rasa kemanusiaan yang berpihak pada moral, etika, dan berorientasi pada masyarakat.
Bagaikan pupuk bagi bunga yang mekar, Persma menjadi hal penting dan mendasar sebagai pemeran agen perubahan dan kontrol sosial. Persma menyuguhkan berbagai informasi mengenai kehidupan kampus, baik kegiatan kampus maupun permasalahan kampus.
Berkedudukan sebagai jembatan komunikasi civitas akademika, tak ayal Persma seringkali mengkaji kebijakan kampus dan mengkritisi kebijakan mengenai kesesuaian kebutuhan mahasiswa. Jajak pendapat acap-acap dilakukan untuk melihat seberapa sesuai kebijakan kampus dengan kebutuhan mahasiswa.
Tak hanya berhenti di kampus, Persma melebarkan sayapnya hingga menguliti isu nasional. Sifat independen dan idealisme yang dipegang teguh oleh mahasiswa mendorongnya untuk menyajikan informasi yang lebih objektif dan mengedukasi. Saat media mainstream tak lagi mampu melakukan kontrol sosial, Persma hadir dengan netral tanpa ditunggangi dia yang brutal.
Bumi berputar zaman beredar, Persma mulai menyalurkan wartanya melalui media online agar lebih mudah terjangkau oleh publik, mulai dari memanfaatkan Instagram, hingga website seperti Medium.
Eksistensi dan esensi Persma tetap terjaga ditengah era keterbukaan informasi dan komeralisasi, semangat juang presma tidak pernah tergerus zaman, terbukti dari catatan sejarah yang ada, persma lahir sejak zaman kolonial dan terus bertumbuh hingga sekarang.
Seperti air di padang oase, Persma menyegarkan jiwa kritis mahasiswa. Berbekal semangat juang, persma akan terus bereksistensi untuk menyuarakan suaranya demi kepentingan bersama, menjadi agent perubahan, kontrol sosial, serta sarana edukasi bagi publik.
Psikologi Jurnalistik,
Salam tinta, salam cinta, Psikojur jaya!
#KritisInPsikojur