Ketidakadilan dalam Perekrutan Anggota Organisasi
Perguruan tinggi merupakan instansi pendidikan tingkat lanjut serta memiliki cakupan ilmu lebih luas yang dilaksanakan oleh mahasiswa serta mahasiswi dalam kurun waktu kurang lebih 4 tahun lamanya. Dalam kurun waktu tersebut, mahasiswa dan mahasiwi tidak hanya mengenyam pendidikan yang dipaparkan oleh dosen semata tetapi, perguruan tinggi memiliki manfaat lain, yakni menjadi wadah untuk mengasah keterampilan, kemampuan, dan beroganisasi. Segudang kegiatan tersebut dapat dimulai dari awal memasuki perguruan tinggi hingga waktu yang menyatakan bahwa kita akan lulus dari tempat tersebut.
Namun, sayangnya dalam pelaksanaan kegiatannya tidak seindah yang dibayangkan di kepala ini. Kegiatan pelaksanaan yang dimaksudkan tidak indah tersebut ialah menjadi anggota organisasi dalam kampus. Menjadi anggota organisasi dalam kampus merupakan dambaan setiap mahasiswa dan mahasiswi baru ketika memasuki perguruan tinggi. Banyak organisasi yang menyatakan bahwa mereka terbuka untuk siapa saja tanpa memandang bulu, serta terbuka juga untuk yang belum memiliki penagalaman dalam berorganisasi selama masa pendidikan sekolahnya dahulu. Ternyata, kata-kata rayuan tersebut hanyalah dusta belaka agar menarik mahasiswa dan mahasiswi untuk berkerumun mendaftarkan diri manjadi bagian dalam organisasi. Bak jatuh tertimpa tangga, kenyataan pahit harus dirasakan oleh mahasiswa dan mahasiswi ketika organisasi tersebut membuka pendaftaran anggota baru dengan syarat memiliki pengalaman dalam berorganisasi sebelumnya.
Persyaratan tersebut merupakan bentuk ketidakadilan yang terjadi dalam lingkungan kampus, dimana seharusnya organisasi-organisasi ini merangkul mahasiswa dan mahasiswi yang masih minim pengalaman untuk mengasah kemampuannya serta keterampilan mereka. Takdir tidak ada yang tahu, bisa saja mahasiswa dan mahasiswi tersebut menjadi orang-orang terampil nantinya serta dapat membawa organisasinya menjadi lebih kompeten kedepannya. Jika dalam proses perekrutan anggota hanya mengedepankan seseorang yang mempunyai pengalaman saja, tanpa memandang seseorang tidak memiliki pengalaman, bagaimana organisasi tersebut akan maju jika menolak untuk tidak melahirkan orang-orang yang sebenarnya memiliki potensial lebih dan dapat diasah lebih lanjut?
Beberapa organisasi tersebut seharusnya mempelajari terlebih dahulu mengenai makna keadilan sebelum merekrut anggota baru. Menurut jurnal pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan yang berjudul “Montesquieu dan Makna Sebuah Keadilan”, keadilan merupakan bentuk kedermawanan seseoorang terhadap orang lain. Hanya saja bagaimana seseorang tersebut memiliki dua pilihan, yakni tetap menjalankan keadilan, atau sebaliknya tidak menjalankan keadilan yang berlaku. Dalam antara dua opsi tersebut, tidak semua orang dapat menjalankan perilaku keadilan dan terkadang melakukan perilaku ketidakadilan tanpa mereka sadari.
Langkah yang diambil oleh organisai tersebut merupakan bentuk ketidakadilan karena organisasi hanya membuka tangan seluas samudera untuk menerima mahasiswa dan mahasiswi yang memiliki pengalaman saja sedangkan yang tidak memiliki pengalaman dianggap kurang mumpuni untuk menjadi bagian organisasi tersebut. Dimana letak kata merangkul semua orang tanpa memandang bulu yang disorak-sorakkan ini? Saat mengajak pertama kali untuk bergabung, kata-kata itu sepertinya sudah ditelan bumi, tak tersisa sedikitpun serta hanya menjadi lelucon konyol yang akan selalu teringat di kepala mahasiswa dan mahasiswi yang terkena tipu muslihat.
Bentuk ketidakadilan tersebut juga sudah memasuki bentuk kesenjangan dalam mahasiswa dan mahasiswi di kampus, ditambah dengan adanya praktik hegemoni antar mahasiswa. Kesenjangan yang dimaksudkan adalah hanya membuat pintar orang yang sudah pintar, sedangkan yang ingin belajar tertahan karena tidak diberi kesempatan oleh pihak-pihak tertentu. Praktik hegemoni merupakan gejala yang terjadi akibat kehidupan manusia penuh dengan ketidakadilan dan kesenjangan ini menyebabkan akan selalu ada pihak tertindas serta diperintah untuk memenuhi hal yang diinginkan. Seperti contohnya, masih terdapat senior sering menyuruh junior melakukan hal-hal yang sebenarnya tidak perlu dilakukan dalam sebuah organisasi dan hanya memerintah seenaknya saja.
Ketidakadilan dalam perekrutan organisasi dan menjadi anggota organisasi seharusnya dihilangkan karena sudah tidak relevan lagi zaman modern sepeti sekarang. Sudah banyak mahasiswa dan mahasiswi yang intelektual dalam mengerjakan pekerjaannya dibandingkan hanya menerima orang yang sama. Oleh karena itu, berhentilah untuk bersikap tidak adil dalam kampus.
Penulis: Jihan Nurul | Editor: Hanna Isabel
DAFTAR PUSTAKA
Wijaya, D.N. (2017). Montesquieu dan Makna Sebuah Keadilan. Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 1(2)
Syukur, M. (2019). Praktik Hegemoni Mahasiswa Senior Terhadap Junior Di Dalam Kehidupan Kampus. Jurnal Society 7(2), 71–82. https://doi.org/:10.33019/society.v7i2.112