Keadilan yang Diabaikan dalam Mengungkapkan Kasus Perundungan dan Pelecehan di Lingkungan Pendidikan

Keadilan merupakan hak setiap insan di dunia. Keadilan dapat diartikan sebuah pilar yang berdiri kokoh untuk membangun sebuah komunitas. Namun, beberapa orang tidak mendapatkan hak yang mereka miliki. Mereka enggan mengungkapkan apa yang mereka rasakan.

Lebih banyak orang yang menyuarakan keadilan melalui sosial media dibandingkan dengan berbicara langsung secara tatap muka karena suatu kasus akan ditangani oleh pihak yang berwajib ketika kasus tersebut menjadi viral. Seperti yang kita ketahui, belum lama ini terdapat kasus perundungan yang dialami oleh salah satu dokter yang sedang menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Kasus tersebut mendadak lenyap ditimpa berbagai berita yang lebih viral. Korban tidak mendapatkan keadilan yang sebagaimana mestinya didapatkan oleh korban dan pihak keluarga.

Kasat Reskrim Polrestabes Semarang, Kompol Andika Dharma Sena, masih mendalami adanya dugaan perundungan yang dialami oleh korban. Dalam proses penyelidikan, ditemukan buku harian korban yang berisikan keluhan yang dialami oleh korban, seperti saaat korban mendapatkan perundungan oleh senior-seniornya selama masa pendidikan spesialis dan kesulitan dalam mempelajari materi pendidikannya. Bahkan korban juga sering kali mengeluh dan bercerita kepada ibunya mengenai hal tersebut. Namun setelah mendengar pernyataan tersebut, pihak internal universitas langsung menyanggah dugaan perundungan yang dialami oleh korban. Pihak internal turut menutupi kasus ini untuk menjaga nama baik universitas.

Sangat disayangkan, lembaga pendidikan tinggi yang kita percaya tidak dapat menyuarakan keadilan seperti semestinya.

Bagaimana kita dapat mempercayai bahwa kita akan mendapatkan hak akan keadilan?

Sudah banyak sekali kasus yang dapat membuktikan bahwa tidak semua orang mudah untuk mendapatkan keadilan. Bukan hal yang mudah untuk mengungkapkan keadilan di zaman sekarang ini. Meskipun kita dapat mempublikasikan melalui media sosial, tak jarang komentar negatif akan didapatkan oleh korban.

Korban akan kalah dengan pelaku yang lebih berkuasa. Kasus lain yang dapat kita temukan tidak jauh dari lokasi kita berada. Terdapat ‘oknum’ dosen yang melakukan pelecehan seksual kepada mahasiswanya. Hal tersebut sangat tidak etis terjadi di lingkungan pendidikan.

Seorang ‘oknum’ dosen terbukti telah melakukan pelecehan seksual kepada mahasiswi di lingkungan pendidikan. Pelaku tidak enggan melakukan pelecehan di lingkungan pendidikan ini. Pelaku meraba, menyentuh tubuh, merangkul pinggang, dan berusaha mencium korban. Terdapat empat korban yang bersaksi dalam kasus ini. Sebenarnya, lebih banyak korban dari kasus ini yang tidak dapat hadir. Sangat tidak masuk akal bahwa pelaku dapat melakukan pelecehan seksual kepada korban sebanyak itu, apalagi pelaku memiliki status dosen. Dosen yang memiliki tugas untuk membimbing mahasiswanya, bukan untuk merusak masa depan mahasiswanya.

Korban dibantu oleh teman-temannya menyebarkan postingan story melalui Instagram pribadi dan membuat laporan kepada pihak kampus. Kasus tersebut kemudian terdengar oleh otoiritas kampus. Kabar baiknya, korban mendapatkan keadilan. Pihak dekan dan senat merespon laporan yang dibuat oleh korban. Menggunakan Peraturan Senat Akademik, pelanggaran yang korban lakukan termasuk tingkat sedang. Sehingga sanksi lanjutan akan diserahkan kepada pihak rektorat karena kasus tersebut mencoreng nama baik fakultas dan institusi kampus.

Walaupun banyak sekali keadilan yang sulit untuk disuarakan di dalam lingkungan pendidikan ini, kita sebagai mahasiswa tidak perlu khawatir. Beberapa fakultas sudah menyediakan bantuan advokasi/konseling mahasiswa yang mungkin dibutuhkan oleh beberapa mahasiswanya. Sebagai contoh, Fakultas Psikologi memiliki badan advokasi untuk menyuarakan pendapat mahasiswa melaui Senat Mahasiswa Fakultas Psikologi dan Fakultas Psikologi memiliki BKMF untuk berkonseling dengan dosen psikolog ahli.

Penulis: Nailah Nuur | Editor: Hanna Isabel

DAFTAR PUSTAKA

Aulia Adam. (2019, May 18). Dosen Mesum FIB Undip Langgar Kode Etik, Korban: ‘Ini Angin Segar’. Tirto.id. Retrieved November 14, 2024, from https://tirto.id/dosen-mesum-fib-undip-langgar-kode-etik-korban-ini-angin-segar-dKUa#google_vignette

PPDS: Dokter PPDS Undip diduga bunuh diri karena perundungan dan beban kerja yang berat. (2024, August 17). BBC. Retrieved November 14, 2024, from https://www.bbc.com/indonesia/articles/c8erp421xj1o

--

--

Lembaga Pers Mahasiswa Psikologi Jurnalistik
Lembaga Pers Mahasiswa Psikologi Jurnalistik

Written by Lembaga Pers Mahasiswa Psikologi Jurnalistik

Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro - Salam tinta, salam cinta, Psikojur jaya!

No responses yet