Keadilan Itu Dipukul Rata atau Sesuai Kapasitasnya?
Hi, Dips! Kalian pasti pernah mendengar celotehan bestie kalian tentang fasilias kampus vs UKT (Uang Kuliah Tunggal). Beda membayar UKT tapi fasilitas yang diterima sama? “Tau, ga, kampus baru itu? Hasil UKT dari papaku!”, “Makasih, ya, udah bayarin AC.”, dan ada banyak lagi segelintir celotehan lain sebagai bahan lawakan basa-basi mahasiswa baru. Pertanyaannya adalah: Adil ga sih sebenarnya hal itu?
Keadilan di kehidupan kampus memang sudah seharusnya digalakan, dalam hal UKT sekalipun, harus ditetapkan seadil-adilnya. Candaan diatas sebenarnya sudah terlalu kuno untuk menjadi bahan perdebatan bagi mahasiswa. Menurut Bapak Ridwan Kamil (2017) dalam unggahan Facebook nya, beliau menuliskan tentang makna keadilan yang seharusnya proporsional dan sesuai kebutuhannya, bahkan beliau mengibaratkannya dengan porsi makan seekor gajah, anak gajah berbeda dengan induknya tentang banyaknya makanan yang harus dikonsumsi. Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap insan manusia memiliki kebutuhan, kapasitas dan kemampuan yang berbeda. Oleh karenanya, akan tidak adil bagi segelintir orang apabila dalam setiap hal dipukul rata dan menanamkan istilah sama rata sama rasa. Nominal uang sepuluh ribu mungkin bagi sebagian orang sangat mudah sekali mendapatkannya, namun bagi orang lain hal tersebut mungkin menjadi hal berat. Begitu juga dalam mengeluarkan uang tersebut. Maka dari itu, pemaknaan keadilan seharusnya memberikan sesuatu sesuai dengan porsinya masing-masing, memberlakukan yang sama pada tingkat yang sama, dan begitupun sebaliknya, perlakuan yang berbeda pada sesuatu yang berbeda (Khoiron, 2017). Dari situlah esensi keadilan yang memang benar-benar adil bagi setiap orang dapat terwujud.
Namun, konsep sesuai porsinya tidak selamanya benar, dan konsep sama rata sama rasa juga tidak semuanya buruk. Konsep sama rata sama rasa harus diterapkan di kampus sebagai cerminan prinsip keadilan atas sesuatu yang harus diterima atau menjadi hak oleh setiap orang, misalnya mulai dari fasilitas yang setara untuk mahasiswa, kesempatan mengikuti berbagai organisasi untuk mengembangkan diri, hingga hak setiap individu untuk menyuarakan pendapatnya tanpa diskriminasi. Hak-hak tersebut haruslah disamakan tanpa melihat pertimbangan lain. Bayangkan saja apabila hal tersebut dalam hal ini dibedakan, apakah hal itu disebut keadilan?
Topik fasilitas dan kesempatan berorganisasi mungkin telah adil bagi seluruh mahasiswa dalam kehidupan kampus. Namun, isu tentang keadilan menyuarakan hak tanpa diskriminasi masih saja terus bergulir. Konsep keadilan dipukul rata dalam hal ini masih belum terlaksana. Banyak isu tentang mahasiswa yang tidak dapat menyuarakan pendapatnya. Beberapa kasus mengharuskan “keviralan” terlebih dahulu kemudian hak sama rata tersebut, barulah muncul ke permukaan seperti yang baru-baru ini terjadi. Mereka menuntut keadilan, namun justru seruan merekalah yang tidak di adilkan. Sebagai seorang mahasiswa yang kritis, keadilan akan kebebasan menyuarakan pendapat haruslah diupayakan. Hal tersebut salah satunya dapat dilakukan melalui lembaga pers seperti Psikologi Jurnalistik ini. Lembaga ini dapat memperkuat partisipasi dan keterlibatan mahasiswa dalam proses demokratis di lingkungan akademik (Saddawiyah et al., 2024). Sebagai harapan nantinya, hak-hak tiap mahasiswa dapat didengar, dan konsep dipukul rata dapat terwujud dengan baik.
Pada dasarnya, antara dipukul rata dan sesuai porsinya tidak ada yang lebih baik atau lebih buruk, keduanya adalah pelengkap dalam toping keadilan. Tiap individu memiliki hak adilnya masing-masing, dan konsep keadilan tersebut harus senantiasa berjalan beriringan. Esensi terpentingnya adalah keadilan tidak hanya berarti memberikan perlakuan sama pada tiap orang, tetapi juga mempertimbangkan perbedaan keadaan dan kebutuhan mereka.
Penulis: Novelia Irma Dani | Editor: Hanna Isabel
DAFTAR PUSTAKA
Khoiron. (2017). Pelayanan publik dan administrasi sosial. Publisia, 2, 9–14. https://doi.org/https://doi.org/10.26905/pjiap.v2i1.1418
Kamil, R. (2017). Adil itu tidak selalu sama rata. Facebook.com.
Saddawiyah, A. S., Setyawan, K. G., Imron, A., & Stiawan, A. (2024). Peran organisasi ekstra kampus dalam membangun demokrasi deliberatif mahasiswa Universitas Negeri Surabaya. Dialektika, 4(3), 47–55. https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/PENIPS/article/view/62152