Kalsel Kebanjiran Hanya karena Tingginya Curah Hujan?
Oleh : Bunga Prameswari
Editor : Nabila Putri
Psikojur – Semenjak beberapa hari lalu, tepatnya Kamis (14/1/2021) banjir parah merendam sejumlah daerah di Kalimantan Selatan (Kalsel). Beberapa wilayah yang terdampak diantaranya meliputi Kabupaten Tapin, Kota Banjarbaru, Kabupaten Balangan, dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Tidak main-main, ketinggian air sempat tercatat mencapai ketinggian 3 meter dengan setidaknya 21 ribu jiwa terdampak.
Hujan dengan intensitas tinggi diperkirakan menjadi penyebab banjir yang terjadi di Kabupaten Tapin. Di Kota Banjar, banjir dipicu oleh luapan Sungai Kemuning akibat tingginya curah hujan. Sedangkan, tingginya curah hujan membuat Sungai Barangan dan Pitap meluap juga berdampak pada banjir di Kabupaten Balangan.
Tak jauh berbeda, banjir juga dilaporkan terjadi di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. yang merendam Kecamatan Barabai dan Hantakan. Kabupaten Balangan juga turut mengalami banjir. Lagi-lagi, tingginya curah hujan disebut sebagai pemicu utama banjir.
Seakan tak cukup sampai disitu, berdasarkan informasi BNPB, analisis InaRISK mencatat 13 kabupaten memiliki potensi bahaya banjir dengan intensitas sedang hingga tinggi. Sementara, empat kabupaten yang terendam banjir saat ini termasuk kedalam kategori daerah berpotensi banjir dengan intensitas sedang hingga tinggi.
Dari informasi yang terhimpun, dapat dilihat bahwa curah hujan yang tinggi digadang-gadang menjadi penyebab dari banjir yang melanda Kalsel. Namun, benarkah hanya curah hujan yang menjadi penyebabnya ?
Pembukaan lahan besar-besaran terkhusus untuk perkebunan sawit memiliki andil dalam bencana banjir yang terjadi saat ini. Selama beberapa tahun terakhir, luas perkebunan sawit terus meningkat dan berakibat pada kondisi lingkungan sekitar. Pada tahun 2020, Direktorat Jendral Perkebunan mencatat luas lahan perkebunan sawit di Provinsi Kalsel mencapai 64.632 hektare.
Tak hanya untuk perkebunan kelapa sawit, pembukaan lahan juga meningkat pada area pertambangan. Maraknya pembukaan lahan pertambangan tidak hanya terjadi di Kalsel, tetapi juga wilayah Kalimantan lainnya. Akibatnya, daerah resapan air hujan semakin berkurang seiring pembukaan lahan yang dilakukan dalam skala besar. Perubahan lingkungan juga mendorong terjadinya cuaca ekstrem, baik di musim penghujan maupun kemarau.
Praktik pembukaan lahan tidak dapat dianggap remeh dan dapat menjadi bumerang bagi umat manusia. Pemerintah diharapkan dapat mengambil tindakan tegas terkait maraknya pembukaan lahan. Regulasi dibutuhkan untuk mengatur hal tersebut agar tanah Kalsel tidak semakin tergerus oleh kegiatan alih fungsi lahan. Dengan begitu, potensi bencana alam seperti banjir dapat ditekan.
Psikologi Jurnalistik,
Salam tinta, salam cinta, Psikojur jaya !