Gagal Satir, Aroma Seksisme di Aksi 114 Langsung Dicibir

Oleh : Afra Maysha
Editor : Ghithrafani Hanifah

Psikojur 一 Aksi Nasional 114 digelar di beberapa daerah di Indonesia pada Senin (11/04/22). Demo yang melibatkan ribuan massa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) tersebut mengusung sejumlah tuntutan, salah satunya menolak perpanjangan jabatan presiden yang mengarah pada penundaan pelaksanaan pemilu 2024.

Unjuk rasa ini yang dilakukan oleh mahasiswa ditujukan untuk mengkritik dan menunjukkan aspirasinya kepada pemerintah. Beberapa atribut seperti poster dan spanduk demo banyak dibentangkan dalam aksi tersebut. Tak sedikit spanduk yang mengandung unsur seksis dan tulisan-tulisan jenaka berbalut unsur satir kepada para pejabat.

Seksisme (sexism) merupakan suatu bentuk prasangka atau diskriminasi kepada kelompok lain hanya karena perbedaan gender. Seksisme bisa merujuk pada seseorang yang melakukan diskriminasi, baik yang diekspresikan melalui tindakan, perkataan, maupun hanya berbentuk suatu keyakinan/ kepercayaan. Sejumlah mahasiswa tertangkap kamera tengah membentangkan poster dan spanduk bertuliskan nan vulgar dinilai sebagai bentuk seksis yang menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat.

Alih-alih menyampaikan aspirasi, beberapa kalimat yang dibawa oleh para demonstran dinilai menyimpang dari tuntutan yang harusnya disuarakan.

Deretan kalimat nyeleneh yang dinilai kurang pantas dalam aksi nasional 114 yaitu ‘Daripada BBM naik, mending ayang yang naiki.’ ‘Harga minyak kaya harga Mi-chat.’ ‘Lebih baik bercinta 3 ronde daripada harus 3 periode.’ dan semacamnya.

Alhasil, fenomena ini menuai perdebatan warganet di media sosial. Dilansir dari laman Twitter akun @/collegemenfess, tertulis cuitan yang menyampaikan pesan bahwa sebagai mahasiswa, seharusnya lebih bijak dalam menyampaikan aspirasi dan berfokus dengan tujuan aksi. Sudah semestinya para demonstran menunjukkan kiprah mahasiswa sebagai kaum intelektual, bukan pencari perhatian belaka.

Sejalan dengan cuitan tersebut, akun lainnya menulis, “wkwk yg modelan begini mah ikutan demo cm buat caper doang gasih? biar ke notice berharap masuk sosmed biar viral, dikira keren kali ya dia padahal cringe bgt…”

Sebagian masyarakat menilai aksi pengangkatan spanduk berunsur seksisme tidaklah pantas untuk dibentangkan. Tindakan ini akhirnya menuai kecaman sebab sejumlah warganet menilai beberapa demonstran tidak benar-benar memperjuangkan substansi aspirasi utama, tetapi hanya terbawa suasana aksi yang sedang marak dibicarakan.

Meski demikian, tidak semua pihak mengecam aksi nyeleneh tersebut. Beberapa masyarakat tidak mempermasalahkannya, dan sebagian masyarakat lain justru memberikan dukungannya. “Sepertinya orang2 yg mengkritik poster ini belum paham salah satu tujuan aksi massa. Aksi massa bukan hanya sarana utk aspirasi tapi juga untuk menarik perhatian massa yg lebih luar agar aware dg apa yg sedang diperjuangkan.

Memang terkesan anarkis secara aksi/verbal. Tapi kalau tidak seperti itu, aksi massa gak bisa menjangkau lebih banyak perhatian. “Gak nyeleneh: gak didengar, ya gak dapet perhatian” Poster ini menarik atensi publik dan memunculkan diskusi setelahnya. Berarti aksinya berhasil,” tulis seorang warganet dalam sebuah laman Twitter.

Usaha menarik atensi yang dilakukan mahasiswa dianggap perlu agar isu yang diperjuangkan senantiasa dipahami oleh kalangan masyarakat secara luas. Namun, perlu diperhatikan kembali terkait apa tindakan yang dilakukan dan bagaimana dampaknya terhadap keberlangsungan aksi. Apakah tindakan tersebut memiliki keterkaitan dengan substansi aksi ataukah tidak.

“Candaan seksisme seperti itu sangat tidak pantas ada di sebuah momen perjuangan aspirasi wakil rakyat. Padahal, kesetaraan gender masih masih diperjuangkan. Tidak pantas jika suatu perjuangan seakan-akan menjatuhkan isu perjuangan lain,” pungkas Shafa Hanifah, Kepala Bidang Kastrat BEM F.Psi Undip 2022.

Psikologi Jurnalistik 2022
Salam tinta, salam cinta, Psikojur jaya!
#KritisInPsikojur

--

--

Lembaga Pers Mahasiswa Psikologi Jurnalistik
Lembaga Pers Mahasiswa Psikologi Jurnalistik

Written by Lembaga Pers Mahasiswa Psikologi Jurnalistik

Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro - Salam tinta, salam cinta, Psikojur jaya!

No responses yet