Enam Tahun Terpendam, RUU TPKS Akhirnya Diresmikan

Oleh: Thariq Muhammad
Editor: Ghithrafani Hanifah

Psikojur - Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2021-2022 pada Selasa (12/04/2022) lalu secara resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi UU TPKS setelah 6 tahun lamanya.

Keputusan ini dicapai bukan tanpa penolakan dari pihak manapun. Lantas, seperti apa lika-liku pengesahan RUU TPKS yang memakan waktu 6 tahun tersebut?

RUU TPKS pertama kali diusulkan pada tahun 2012 oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dengan nama awal RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Namun, naskah akademik baru diserahkan ke DPR pada 13 Mei 2016. Pada tahun yang sama, tepatnya 6 Juni 2016, RUU PKS sempat masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas.

Memasuki tahun 2017, DPR sempat menyepakati RUU TPKS menjadi RUU Inisiasi DPR. Namun, pada tahun 2018, DPR kembali menunda pembahasan RUU yang dinilai kontroversial ini sampai Pemilu 2019 selesai. Pembahasan RUU TPKS yang tak selesai pada periode jabatan 2015-2019 membuat RUU TPKS mengarungi 2 periode.

Sampai 2020, perdebatan masih mewarnai perjalanan RUU tersebut. Partai PKS menjadi partai yang konsisten menentang RUU TPKS terkait frasa sexual consent, yang berarti diperbolehkannya melakukan hubungan seksual bahkan bagi yang belum resmi menikah. Akhirnya, pada September 2021 lalu, Panja DPR memutuskan mengganti nama RUU PKS menjadi RUU TPKS.

Pengesahan RUU TPKS mulai menunjukkan hilalnya saat Presiden Joko Widodo mempercepat pembahasan RUU TPKS dengan menyiapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) atas draf RUU TPKS. Jika berkaca pada banyaknya kasus kekerasan seksual yang relatif meningkat pada setiap tahunnya, seharusnya RUU ini tidak perlu memakan banyak waktu untuk disahkan.

Pada kenyataannya, hambatan sering kali ditemui dalam proses pengesahan, sehingga RUU TPKS harus kembali ditunda oleh pemerintah. Biasanya hambatan itu berupa adanya perbedaan ideologi atau paham berpikir antar anggota DPR yang menyulitkan pengesahan RUU tersebut.

Hambatan lainnya datang dari partai politik yang menjadikan RUU TPKS sebagai alat untuk mencapai elektabilitas. Salah satunya dengan cara melontarkan isu-isu yang tidak benar terkait dengan substansi RUU TPKS untuk mendapatkan simpati dari masyarakat. Hal-hal seperti ini tidak etis dan tidak seharusnya dilakukan oleh partai politik.

Pada dasarnya, RUU TPKS memiliki urgensi yang cukup untuk segera disahkan, karena substansi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak cukup untuk memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual. Selain itu, aturan hukum RUU TPKS juga bersifat khusus (lex specialis).

Kini, penantian Warga Negara Indonesia selama 6 tahun ke belakang akhirnya menemukan titik terang. Pengesahan RUU TPKS di Senayan pada Selasa (12/02/2022) diharapkan dapat dijalankan dengan baik dan memberikan ruang yang aman bagi para korban tindak pidana kekerasan seksual.

Psikologi Jurnalistik 2022
Salam tinta, salam cinta, Psikojur jaya!
#KritisInPsikojur

Lembaga Pers Mahasiswa Psikologi Jurnalistik
Lembaga Pers Mahasiswa Psikologi Jurnalistik

Written by Lembaga Pers Mahasiswa Psikologi Jurnalistik

Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro - Salam tinta, salam cinta, Psikojur jaya!

No responses yet