Dibalik Ujaran Kebencian #IndonesiaSaySoryForThailand
Oleh: Debora Debby
Editor : Nabila Putri
Psikojur - Setelah Microsoft mengeluarkan survei bahwa netizen Indonesia merupakan netizen paling tidak sopan di Asia Tenggara membuat netizen Indonesia kembali menuai kontroversi dengan melempar serangan ke akun pasangan homoseksual di Thailand yang mengunggah potret pernikahannya di laman facebook pada 4 April lalu.
Hangatnya potret pernikahan tersebut diserang secara online selama tiga hari. Pasangan tersebut kemudian mengalami guncangan mental dan menempuh jalur hukum untuk menghadapi serangan tersebut.
Melihat kasus tersebut, sebenarnya netizen Indonesia tidak perlu repot-repot berkomentar pada akun kedua pasangan tersebut karena pada dasarnya antara Thailand dengan Indonesia memiliki kebudayaan dan keyakinan yang berbeda.
Hate speech, dalam psikologi, merupakan bentuk perilaku agresi—lebih tepatnya agresi verbal aktif secara tidak langsung pada individu. Sebenarnya kasus hate sppech pada LGBT ini sudah sering terjadi di Indonesia.
Penelitian yang menyebutkan bahwa kebencian pada LGBT pada dasarnya berasal dari kelompok fundamental dan konservatif yang kehilangan rasa toleransi dan inklusivitas seksualitas.
Kelompok tersebut memberi reaksi benci, marah, dan jijik. Hal ini tercermin dari perilaku masyarakat yang kerap kali mengutuki LGBT sebagai pendosa dan amoral, bahkan sering kali terdapat diskriminasi terhadap LGBT.
Hate speech terjadi bukan tanpa alasan atau hanya iseng saja, Faktor yang mendorong individu melakukan hate speech yaitu adanya prasangka akibat sosialisasi lingkungan sekitar yang menyebabkan individu tidak segan menghakimi perilaku suatu kelompok. Prasangka ini membenarkan pikiran mereka bahwa ingroup nya lebih superior daripada outgroup.
Selain itu, adanya bysantders dapat memicu terjadinya hate speech yang lebih luas lagi, terdapat temuan pada remaja yang mengamati kebencian online dan ia merasa bahwa teman-temannya menganggap kebencian online sebagai perilaku normal maka individu tersebut memiliki kecenderungan untuk melakukan kebencian online.
Hal tersebut juga selaras dengan budaya kolektivistik negara Indonesia yang sudah mengakar, adanya situasi massal di sosial media dapat mempengaruhi individu lain untuk melakukan hal yang serupa. Pada kasus Microsoft, netizen Indonesia menyerang akun Microsoft sedangkan pada kasus Thailand, netizen Indonesia juga kembali melakukan serangan.
Perilaku hate speech dan ketidaksopanan netizen sudah mengingkari kemanusiaan dan dapat mendorong kriminalisasi. Efek yang ditimbulkan dapat menambah konflik antar kedua negara, memperkeruh suasana, dan menyebabkan guncangan mental pada korban hate speech.
Hal tersebut juga selaras dengan budaya kolektif negara Indonesia yang sudah mengakar. Situasi massal di sosial media dapat mempengaruhi individu lain untuk melakukan hal yang serupa. Pada kasus Microsoft, natizen Indonesia menyerang akun Microsoft sedangkan pada kasus Thailand, netizen Indonesia juga kembali melakukan serangan.
Terlepas dari segala pro kontra, pada dasarnya semua adalah sesama manusia. Maka dari itu, kasihilah sesama manusia, bukan memaki dan melecehkan, tetapi dengan merangkul tanpa diskriminasi.
Psikologi Jurnalistik,
Salam tinta, salam cinta, Psikojur Jaya!
#ReportasePsikojur