Carut Marut Indonesia: Mahasiswa Harus Bagaimana?
#KaburAjaDulu
Sejak awal Februari, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan tren #KaburAjaDulu di media sosial. Tagar ini adalah suara kegelisahan generasi muda terhadap berbagai permasalahan yang terjadi di tanah air. Ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah menjadi pemicu utama. Alokasi pajak yang seharusnya untuk rakyat justru digunakan untuk kepentingan pejabat. Ketidakbecusan mereka dalam mengelola negara berujung pada kesengsaraan rakyat. Sistem nepotisme yang mengakar kuat menjadi biang keladi dari kondisi ini di mana kemampuan dan keterampilan tidak menjadi tolok ukur keberhasilan, melainkan kekuasaan orang tua. Oleh karena itu, banyak anak muda potensial dengan keunggulan akademis dan bakat yang terasah harus mengalah pada mereka yang memiliki privilege “Bapak”.
Merasa tidak memiliki masa depan di negeri sendiri, mereka memilih untuk mencari peluang yang lebih besar di luar sana namun justru nasionalismenya malah dipertanyakan. Rakyat dipaksa hidup serba kekurangan, terus memutar otak mencari makan, sementara para pejabat sibuk memilih kerabat mana lagi yang akan diberikan jabatan. Bahkan, Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, mengimbau agar WNI yang telah pergi untuk tidak kembali lagi ke Indonesia, “Mau kabur, kabur aja lah. Kalau perlu jangan balik lagi,” ucapnya seolah mendukung tren ini tanpa solusi saat ditemui wartawan pada Senin, 17 Februari 2025.
Peribahasa “Lebih baik hujan batu di negeri sendiri daripada hujan emas di negeri orang” kini terdengar seperti omong kosong di saat pendidikan dan kesehatan hanya dianggap sebagai ‘program pendukung’ dalam anggaran negara. Sepertinya pemerintah memang lebih senang melihat rakyatnya ‘tidak tahu apa-apa’ dan ‘sakit-sakitan’ agar tidak ada yang mengkritisi kebijakan ‘ajaib’ mereka.
Efisiensi Anggaran Benarkah Efisien?
Efisiensi atas anggaran belanja negara Tahun Anggaran 2025 sebesar Rp306.695.177 .42O.OOO,OO (tiga ratus enam triliun enam ratus sembilan puluh lima miliar seratus tujuh puluh tujuh juta empat ratus dua puluh ribu rupiah) terdiri atas:
- Anggaran belanja Kementerian / Lembaga Tahun Anggaran 2025 sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU angka I sebesar Rp256.IOO.OOO.OOO.OOO,OO (dua ratus lima puluh enam triliun seratus miliar rupiah).
- Transfer ke Daerah sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU angka 3 sebesar Rp5O.595.177.420.000,0O (lima puluh triliun lima ratus sembilan puluh lima miliar seratus tu.iuh puluh triliun juta empat ratus dua puluh ribu rupiah).”
Efisiensi anggaran belanja tersebut memengaruhi beberapa sektor kementrian diantaranya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada 2025 mencapai Rp 19,6 triliun dari total belanja Rp 105,6 triliun. Pada bidang pendidikan efisiensi anggaran belanja memengaruhi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mencapai Rp 7,27 triliun dari total belanja Rp 33,5 triliun, dan Kementrian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi (Kemendikti Saintek) mencapai Rp 14,3 triliun dari total belanja Rp 56,6 triliun.
Sementara itu, DPR yang sempat diisukan tidak terdampak dari kebijakan efisiensi ternyata juga mengalami pemangkasan hingga 1,3 triliun. Menurut Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir menyatakan, “Meski anggaran DPR RI kena efisiensi, bukan berarti kinerja kami jadi menurun. Kami pastikan anggota DPR RI akan tetap bekerja maksimal untuk kepentingan rakyat dan negara,” kata Adies dikutip dari detiknews, Kamis (20/2/2025).
Kesehatan Tidak Diprioritaskan
Dampak dari efisiensi anggaran Kemenkes pada tahun 2025 ini mengganggu keberjalanan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan, tidak sedikit masyarakat yang merasa khawatir dengan efisiensi ini akan terjadi kenaikan harga iuran pengguna. Akan tetapi, pemerintah meyakinkan masyarakat bahwasannya efisiensi anggaran ini hanya akan berpengaruh kepada anggaran operasional seperti pembatasan penggunaan alat tulis, listrik, air, telepon, internet, pemeliharaan gedung, kendaraan dinas, serta perjalanan dinas yang dianggap cukup membebankan anggaran. Kemudian, langkah pemerintah menyakinkan masyarakat seakan terbukti hanya kebohongan belaka, masyarakat digemparkan berita terkait kenaikan iuran BPJS tahun depan yang sedang dibahas oleh Kemenkes dengan Komisi IX DPR, Selasa (11/2/2025).
Hal mengenai kenaikan tersebut telah disampaikan oleh Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadiki saat rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Senayan, Jakarta, “Setiap tahun inflasi kesehatan naik 15 persen. Tidak mungkin dana yang tersedia saat ini bisa terus menanggung kenaikan tersebut tanpa penyesuaian,” ujar Budi, dikutip dari live Kompas TV, Selasa (11/2/2025). Tidak adanya kenaikan sejak tahun 2020 hingga tahun 2024 cukup membebankan Kemenkes karena dengan mematok tarif yang sama dengan lima tahun lalu tidak seimbang dengan pengguna layanan yang selalu bertambah secara signifikan setiap tahunnya ditambah dengan dana yang tersedia tidak mengalami kenaikan sama sekali.
Menurut data JKN ( Jaminan Kesehatan Nasional ), jumlah pengguna JKN mengalami kenaikan dari 222 juta menjadi 278 juta pengguna dari tahun 2020 hingga 2024, dapat dilihat bahwa terdapat penambahan sebanyak 52 juta dalam kurun waktu 4 tahun saja. Naiknya pengguna BPJS mengisyaratkan bahwa kesehatan masyarakat di Indonesia sedang dalam kondisi kurang baik, hal tersebut juga terlihat dari kuantitas pemanfaatan layanan pada tahun 2024 yang mencapai 673, 90 juta pemakaian.
Akan tetapi, dengan kenaikan pengguna layanan tidak berarti semua penyakit yang dialami masyarakat dapat ditanggung oleh BPJS secara menyeluruh. Budi Gunadi Sadikin dalam acara Semangat Awal Tahun 2025 yang digelar IDN Times pada Kamis (16/1/2025) menyatakan BPJS tidak dapat menanggung seluruh penyakit dan memberi saran kepada masyarakat untuk memiliki asuransi swasta. Langkah tersebut terpaksa diambil karena biaya penanganan setiap penyakit berbeda, terdapat penyakit yang membutuhkan biaya hingga puluhan bahkan ratusan juta untuk penyembuhannya.
Salah satu penyakit yang tidak di cover oleh BPJS yakni, Penyakit Kejadian Luar Biasa (KLB). Golongan penyakit tersebut meliputi campak, demam berdarah dengue (DBD), polio, malaria, dan masih banyak lagi. Nyatanya, beberapa penyakit di atas masih marak di Indonesia seperti DBD yang masih menyerang beberapa masyarakat dengan ganas selama ini. Menurut data Kemenkes pada awal minggu ke-17 tahun 2024, tercatat 88.593 kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan 621 kasus kematian di Indonesia dengan laporan dari 456 kabupaten/kota di 34 provinsi menyatakan kematian akibat DBD terjadi di 174 kabupaten/kota di 28 provinsi. Dapat dilihat dari data diatas bahwasannya masih sangat banyak masyarakat Indonesia terserang DBD hingga berujung kematian namun, tidak dianggap sebagai penyakit serius yang perlu ditanggung oleh BPJS.
Segudang polemik dan permasalahan mengenai kesehatan tersebut pun menuai protes dari masyarakat terhadap efisiensi anggaran kesehatan serta ketidakpedulian pemerintah terhadap kesehatan masyarakat. Hal tersebut terlihat dari keluhan yang terus bermunculan tanpa henti di media sosial X di mana dalam unggahan akun @nowyoucathme di X mengenai kesehatan bukan prioritas dibanjiri tanggapan dari netizen, “bukannya stunting itu masalah kesehatan? bukannya gizi itu masalah kesehatan?” ujar akun @dewsbanisters, “living in indonesia with a bad government” ujar akun @coldthem, “jangan sampe sakit klo bisa. Langsung meninggal aja. Sehat2 semua warga” ujar akun @rhanierahayu.
Tidak Berhenti di Kesehatan, Pendidikan pun Terkena Imbas
Selain sektor kesehatan, sektor pendidikan pun ikut terkena imbas efisiensi. Pemangkasan anggaran Kemendikdasmen dan Kemendikti Saintek dikhawatirkan akan berpengaruh pada kualitas dan akses pendidikan di Indonesia, terutama bagi kelompok masyarakat kurang mampu. Hal ini patut kita pertanyakan apakah kebijakan ini membuat efisien apa membuat sengsara bagi masyarakat?
Pemangkasan anggaran Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) berdampak pada program Pendidikan Profesi Guru (PPG) 2025 yang merupakan program untuk memperoleh sertifikasi dan meningkatkan kesejahteraan guru melalui tunjangan,di mana sekitar 400 ribu guru dari 800 ribu guru terancam tidak bisa mengikuti program ini. Hal ini tentu berdampak pada jaminan kualitas pendidikan, bagaimana pemerintah bisa menjamin kualitas pendidikan jika program yang bisa mengembangkan potensi tenaga pendidik anggarannya dikurangi. Selain itu, kesejahteraan guru juga dipertanyakan karena guru yang tidak mengikuti program PPG tidak akan memperoleh tunjangan profesi guru. Oleh karena itu, guru harus mencari pekerjaan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya padahal untuk meningkatkan kualitas pendidikan, guru sebaiknya fokus dalam proses belajar dan mengajar.
Sementara itu, pemangkasan anggaran Kementerian Pendidikan Sains dan Teknologi (Kemendiksaintek) berpotensi berdampak pada program beasiswa, fasilitas institusi pendidikan, dan tunjangan bagi tenaga pendidik. Anggaran beasiswa yang pada awalnya Rp 15,4 triliun menurun 9% sekitar Rp 1,4 triliun dari anggaran awal, hal ini menimbulkan keresahan diberbagai kalangan khususnya mahasiswa, banyak mahasiswa yang menggantungkan hidupnya dengan beasiswa. Kemudian, efisiensi berdampak pada Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dan anggaran bantuan perguruan tinggi swasta hingga 50% yang awalnya Rp 6 triliun menjadi Rp 3 triliun, hal ini menimbulkan dampak adanya kenaikan UKT karena menurunnya bantuan yang diterima. Jika hal ini terjadi, banyak mahasiswa dari ekonomi kelas menengah kebawah terancam untuk menghentikan studi mereka.
Kelangkaan Gas LPG
Permasalahan gas LPG subsidi beberapa hari lalu juga merupakan masalah yang cukup mengkhawatirkan. Pemerintah mengeluarkan kebijakan terkait distribusi gas LPG 3 kg bersubsidi untuk memastikan subsidi tepat sasaran. Kebijakan ini muncul karena adanya disparitas harga antara LPG subsidi dan nonsubsidi yang menyebabkan banyak masyarakat mampu ikut memanfaatkan gas bersubsidi. Selain itu, penyimpangan distribusi dan stok yang tidak merata memperburuk kelangkaan sehingga pemerintah menerapkan berbagai langkah seperti pembelian menggunakan KTP, pembatasan jumlah pembelian, penambahan pasokan di beberapa daerah, serta operasi pasar untuk menstabilkan harga sebagai solusinya.
Akan tetapi, kebijakan ini justru menimbulkan masalah baru bagi masyarakat, khususnya di daerah pedesaan. Akses ke pangkalan resmi yang terbatas mengakibatkan warga harus menempuh perjalanan jauh hanya untuk mendapatkan satu tabung LPG. Terdapat beberapa daerah yang mengalami antrian panjang hingga berhari-hari dengan ratusan warga yang berdesakan di pangkalan demi mendapatkan gas yang semakin sulit ditemukan. Kondisi ini diperparah dengan stok yang cepat habis sehingga masyarakat kecil kesulitan memenuhi kebutuhan harian mereka. Kelangkaan gas ini juga berdampak besar pada pelaku UMKM seperti penjual gorengan dan warung makan yang sangat bergantung pada LPG untuk operasional harian. Akibatnya, mereka harus membeli gas nonsubsidi dengan harga lebih tinggi atau bahkan beralih ke bahan bakar lain seperti kayu bakar yang juga berdampak kepada kenaikan biaya produksi yang juga selaras dengan harga jual dan pada akhirnya membebani masyarakat.
Menanggapi permasalahan ini, pemerintah pun mengambil beberapa langkah. Penjualan LPG 3 kg yang mulanya dibatasi hanya di pangkalan resmi kembali mengizinkan pengecer untuk menjual LPG 3 kg guna memudahkan akses masyarakat. Meskipun demikian, tantangan dalam distribusi dan penyaluran subsidi LPG 3 kg masih memerlukan perhatian serius. Pemerintah diharapkan terus memantau implementasi kebijakan ini dan melakukan penyesuaian yang diperlukan agar tidak memberatkan masyarakat kecil dan pelaku UMKM yang sangat bergantung pada LPG bersubsidi untuk kegiatan sehari-hari mereka.
Influencer Menjadi Pejabat
Sejalan dengan berbagai masalah yang kini terjadi di Indonesia, pemerintah membuat gebrakan baru yang memantik isu panas saat ini. Pajak yang seharusnya dipakai untuk kesejahteraan dan keadilan rakyat dalam seluruh sendi kehidupan dipakai untuk mengangkat influencer menjadi Staf Khusus (Stafsus) Menteri Pertahanan yang berkontradiksi terkait dengan isu efisiensi anggaran kementerian atau lembaga. Pelantikan figur publik Deddy Corbuzier menjadi sorotan yang membuat publik geram.
Alasan klasik yang diungkapkan ke publik ialah perihal Deddy tidak menerima gaji, tunjangan, setoran atau yang lain sebagainya. Akan tetapi, satu hal yang lebih penting dari itu semua adalah kemudahan terhadap berbagai aspek administratif di pemerintahan. Menjadi stafsus bukan soal uang, melainkan terkait dengan jabatan, “orang dalam” dan kelancaran dalam memuluskan bisnis-bisnis yang ada. “Kongkalikong” yang terjadi merusakkan citra moral pejabat publik pada masyarakat, lalu pertanyaannya, apakah memang pejabat publik memiliki moral yang harus dijaga? Apakah mereka memiliki moral itu sendiri?
Empati memainkan peranan penting yang seharusnya dimiliki oleh pemerintah. Rakyat-rakyat kalangan bawah, kaum miskin dan marginal saat ini tengah terpuruk akibat berbagai permasalahan yang terjadi di negara ini. Gelombang PHK, permasalahan gas LPG, biaya pendidikan yang mencekik, fasilitas kesehatan yang bobrok, penerbitan izin usaha tambang di perguruan tinggi, dan masih banyak masalah lain yang bersifat multidimensional tengah mewabah. Melihat golongan atas yang berjoget ria dan menikmati segala fasilitas mewah begitu menyayat hati rakyat. Bersembunyi di balik berbagai persona, begitu miris sekali melihatnya.
Deddy Corbuzier yang pada awalnya dianggap sebagai publik figur intelektual yang biasanya menyuarakan mengenai permasalahan negeri ini dan mengkritisi secara mendalam namun kini berpaling sebagai figur pemerintah dengan berbagai keuntungan pribadi. Uang, jabatan, serta segala bentuk “kongkalikong” yang ada dapat membuat idealisme seseorang pudar begitu saja. Pemerintah mengambil kesempatan ini untuk menggiring opini publik dengan memanfaatkan influencer secara populis guna menciptakan citra pemerintahan yang seakan-akan peduli pada rakyat tanpa ada permasalahan sama sekali.
Sebuah Keresahan Atas Masa Depan Mahasiswa
Tiga bulan sudah berlalu semenjak presiden baru dilantik menjadi pemimpin bagi rakyatnya. Beliau hadir dengan banyak janjinya untuk memajukan negara, tokoh-tokoh negara menyebutnya sebagai figur nasionalis, bahkan kalangan agamawan hingga politisi pun menyebut dirinya sebagai figur yang ideal untuk menjadi pemimpin bangsa. Nyatanya, beliau menjadi presiden yang sudah mengalami kritisasi dalam tiga bulan pertamanya, program yang dijalankan serta kebijakan yang dibuat telah menuai banyak kritik. Alih-alih menjadi awalan yang kuat dalam pemerintahannya, realita ini menunjukan sebuah tanda tanya besar. Apakah janji beliau dapat dipenuhi, kemana langkah bangsa yang akan dibawa oleh bapak presiden kita?
Salah satu kebijakan kontroversial yang dikeluarkan oleh bapak presiden kita adalah dengan memutuskan mengefisiensikan anggaran demi berjalannya program kesayangannya, makan gratis. Pada Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi, sebuah sektor yang memengaruhi kehidupan mahasiswa dan fondasi penting dari sebuah bangsa, pemerintah memutuskan untuk memotong anggaran untuk merealisasikan program “mensejahterakan anak-anak bangsa.” Masalah yang paling dikhawatirkan pun datang, biaya kuliah akan mengalami kenaikan, anggaran riset dipotong, beasiswa terancam, dan masih banyak lagi hal yang akan berdampak menuju keburukan. Mahasiswa marah besar akan hal itu, beberapa dari mereka turun ke jalan demi memperjuangkan suara. Beberapa yang lain merasakan keputusasaan. Keputusasaan menghasilkan rasa untuk lari dari sini dan menyerah untuk memperjuangkan hak suara.
Keputusasaan masyarakat berpuncak dengan hadirnya tagar #KaburAjaDulu, sebuah ajakan untuk meninggalkan Indonesia dan menetap di negara lain. Tentu saja, para pejabat negara berusaha menahan kita untuk tetap disini. Yakin bisa bertahan di negara lain, negara kita masih lebih nyaman dari negara lain, mana rasa nasionalisme kalian, itu semua adalah pertanyaan mereka. Sebuah upaya untuk memberikan keraguan ke dalam hati kita untuk meninggalkan negara ini. Lantas, apakah kita perlu meninggalkan negara ini? Jawaban singkatnya adalah silahkan. Sebagai manusia bebas, kita memiliki hak untuk menentukan pilihan kita sendiri. Jadi jika ada yang ingin pergi maka pergilah, tetapi jika berpikir untuk bertahan disini, apa yang bisa kita lakukan?
Sebagai mahasiswa psikologi, mahasiswa yang subjek studi utamanya sendiri adalah manusia, kita diajarkan untuk memahami isi pikiran individu dan kelompok kemudian bagaimana mereka bertindak. Pemahaman ini sering kali hanya menjadi sebuah teori-teori yang kita pelajari dan hanya tersimpan sebagai catatan-catatan yang tidak banyak artinya. Sementara yang kita ketahui bahwa diluar sana terdapat manipulasi opini, propaganda, dan hal-hal yang membuat kita kebingungan untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah, kita tahu bahwa ada banyak ketidakadilan dan kesalahan dalam pemerintah kita dan rasanya pengetahuan kita bisa digunakan dalam menghadapi fenomena ini. Teori dapat menjadi sumbu dari sebuah aksi, aksi untuk membangun pemahaman yang baik untuk banyak masyarakat negara. Kita bisa memilih untuk diam namun setidaknya untuk saat ini rasanya kita tidak bisa berdiam lagi.
Kesadaran akan betapa pentingnya keadilan dan kesejahteraan rakyat harus membuka seluruh lapisan masyarakat akan isu yang kini terjadi. Masyarakat tidak boleh buta terkait permasalahan yang ada dan punya cukup keberanian untuk melawan segala bentuk penindasan yang terjadi. Revolusi birokrasi, pengawalan isu, dan pergerakan kaum intelektual seperti mahasiswa merupakan jalan-jalan utama dalam mencapai kemakmuran.
Penulis: Nabila Olga, Naila Ryzkita, Jihan Nurul, Syifa Aryfania, Ahmad Farid, Hasbi Harris, & Amara Shatya
Editor: Abrar Hartono
Ilustrasi: Hamasah Azizah
REFERENSI
Abdurohman, I., & Putsanra, D. V. (2025, February 14). Beasiswa Apa Saja yang Kena Pangkas Akibat Efisiensi Anggaran? tirto.id. https://tirto.id/beasiswa-apa-saja-yang-kena-pangkas-akibat-efisiensi-anggaran-g8j3
Dirindari, A. R. (2025, February 15). Dampak Efisiensi Anggaran Kemendikdasmen: 400 ribu Guru Tidak Bisa Mengikuti Tes PPG DaljabTahun 2025 — Melintas. Dampak Efisiensi Anggaran Kemendikdasmen: 400 Ribu Guru Tidak Bisa Mengikuti Tes PPG DaljabTahun 2025 -Melintas. https://www.melintas.id/news/345650927/dampak-efisiensi-anggaran-kemendikdasmen-400-ribu-guru-tidak-bisa-mengikuti-tes-ppg-daljabtahun-2025
Lestari, L. D., Rahmawati, M. D., & Hasna, M. (2023). Kebijakan pemerintah dalam mengatasi kelangkaan gas LPG subsidi di Indonesia. Journal of Economics and Social Sciences (JESS), 2(2), 112–121. https://journal.civiliza.org/index.php/jess
Kompas.id. (2025, Februari 8). Masalah elpiji 3 kg yang terus berulang. https://www.kompas.id/artikel/masalah-elpiji-3-kg-yang-terus-berulang
Rahmawati, D. (20 Februari 2025). Kena Efisiensi Rp 1,3 T, DPR Pastikan Tetap Kerja Maksimal untuk Rakyat. detiknews. https://news.detik.com/berita/d-7787980/kena-efisiensi-rp-1-3-t-dpr-pastikan-tetap-kerja-maksimal-untuk-rakyat
Sari, P. P. (14 Februari 2025). Lengkap! Ini daftar terbaru kementerian dan lembaga terdampak efisiensi anggaran. MetroTV News. https://www.metrotvnews.com/read/k8oCVoLn-lengkap-ini-daftar-terbaru-kementerian-dan-lembaga-terdampak-efisiensi-anggaran
Sartika, R. E. A. (2025, February 13). Anggaran Pendidikan Kena imbas efisiensi, Apa saja rinciannya? KOMPAS.com. https://www.kompas.com/tren/read/2025/02/13/170000765/anggaran-pendidikan-kena-imbas-efisiensi-apa-saja-rinciannya-
S, J. H. W. (2025, February 14). Bantuan Perguruan Tinggi Swasta Kena Efisiensi, APTISI DIY: Pasti Berdampak. Detikjogja. https://www.detik.com/jogja/kota-pelajar/d-7779000/bantuan-perguruan-tinggi-swasta-kena-efisiensi-aptisi-diy-pasti-berdampak
Presiden Republik Indonesia. (2025). Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja dalam pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun anggaran 2025. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. https://peraturan.bpk.go.id/Details/313401/inpres-no-1-tahun-2025
Idris, M. (2025). Iuran BPJS Dipastikan Naik. Kompas.com.
https://money.kompas.com/read/2025/02/12/115333626/iuran-bpjs-kesehatan-dipastikan-naik
Ishaqi, A. M. A. (2025). Menkes Akui BPJS Kesehatan Tak Bisa Lindungi Semua Jenis Penyakit, Ini Faktanya. Bisnis.com.
Nathania, V. (2022). Inilah Daftar Penyakit KLB di Indonesia Menurut Peraturan Menteri Kesehatan. GRID HEALTH.id.
Rokom. (2024). Waspada DBD di Musim Kemarau. Kemenkes Setjen. https://setjen.kemkes.go.id/berita/detail/kementerian-kesehatan-terbitkan-kebijakan-efisiensi-anggaran-dan-pengaturan-fleksibilitas-kerja